Monday, 5 November 2012

Tagged under:

Ketika Mantra Kiyosaki Sehambar Kaos Kaki


oleh: Fauzul Azmi Zen

Mari kita berandai-andai. Andaikan anda diminta menuliskan buku panduan strategi marketing dengan mengambil biografi Muhammad SAW, apa yang anda lakukan agar ia semembius Rich Dad, Poor Dad yang menjadi "kitab suci" bagi pelaku bisnis Multilevel Marketing (MLM)? 

Goresan tulisan ini bermula setelah terbelalak membaca kabar yang menghebohkan dunia bisnis akhir-akhir ini. Dalam situs berita The New Times menyebutkan “Rich Dad, Poor Dad author Robert Kiyosaki files for bankruptcy”. 

Robert Toru Kiyosaki, Sang Guru finansial sekaligus penulis buku keuangan terlaris di dunia itu baru saja mengajukan kebangkrutan perusahaannya, setelah kalah dalam putusan pengadilan melawan The Learning Annex, sebagaimana dilaporkan The New York Post. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan Kiyosaki Rich Global LLC diperintahkan untuk membayar denda hampir US$24 juta (sekitar Rp227 miliar) kepada pendiri dan ketua Learning Annex, Bill Zanker. Pengadilan Amerika memerintahkan agar Kiyosaki memberikan persentase keuntungan kepada Zanker yang diperolehnya dari berbagai seminar keuangan yang menggunakan jasa Learning Annex sebagai penyelenggaranya.

Semula sebelum membaca kasus ini, penulis berfikir ini adalah karya motivasi bisnis yang epidemi dan membumi. Bagaimana tidak, Kiyosaki tidak hanya berhasil menggugah semangat jutaan pebisnis yang masih hijau dengan pengalaman, namun juga berhasil menyentil para akademisi yang gagal menjadi kaya. Robert bahkan menyihir dunia bisnis dengan membuat trend baru: menjual seminar dan pelatihan dalam kemasan lebih bergengsi. 

Ayah Yang Kaya Kini Jatuh Miskin

Pesan Ayah Miskin: “Cinta uang adalah akar segala kejahatan”
(Robert Kiyosaki)

Pada 19 Mei 2006, stasiun televisi ABC mengadakan sebuah segmen yang disebut 20/20 Segment. Dalam segmen ini ABC memberikan masing-masing 1000 USD kepada 3 orang entrepreneur yang pernah dilatih Kiyosaki dan meminta mereka menghasilkan uang sebanyak-banyaknya selama 20 hari. Malangnya, setelah 20 hari berlalu para kontestan membuat kesimpulan yang menarik dan mengakui bahwa Robert Kiyosaki tidak memberikan contoh konkrit bagaimana menghasilkan uang.

"Apa yang dilakukannya (Kiyosaki),” demikian kutipan dari seorang kontestan, “saya rasa, hanyalah membuka pikiran Anda mengenai kesempatan. Dia tidak mengatakan kepada Anda bagaimana untuk melakukannya."

Kiyosaki, sebelum menulis buku adalah akademisi yang sudah berulang kali membangun bisnis, tetapi beberapa kali pula jatuh. Apabila para pembaca tahu judul buku Robert Kiyosaki yang pertama terbit pada tahun 1993, yaitu "If You Want to be Rich and Happy ... Don't Go to School". Walaupun sempat menjadi best seller di Amerika Serikat, buku ini sangat kontroversial, sehingga hak terjemahan tidak dijual ke luar Amerika Serikat, dan baru pada tahun 1997 dia menulis buku lagi, yaitu "Rich Dad, Poor Dad"

Pada buku itulah ia memperkenalkan konsep kebebasan finansial yang dilakukan dengan buku, game, seminar, dan bentuk inovasi konsep bisnis lainnya. Dia sangat cerdas, melalui usaha ini pada akhirnya ia mendapatkan kebebasannya. Konsep Financial literacy yang ditawarkannya merupakan pelajaran yang belum didapatkan di sekolah mana pun, ilmu yang mampu membuka rahasia mengapa bekerja dengan harapan tiap tahun gaji bisa dinaikkan sebesar 10-20% adalah kebodohan, padahal di saat yang lain inflasi bergerak lebih cepat dari kenaikan gaji.

Dari beberapa fragmen tersebut, penulis begitu terketuk untuk bertanya, “Sejujur apakah motivasi bisnis Robert Kiyosaki?” Untuk menjawabnya, maka simaklah penuturan sang relasi bisnis yang di kemudian hari menjadi lawannya di pengadilan;

"Saya menggunakan brand Kiyosaki,” ungkap Zanker, “dan memiliki andil meroketkan namanya hingga semakin membesar. Awalnya, dalam kesepakatan disebutkan bahwa dalam setiap penjualan seminar yang kami kerjasamakan, saya akan mendapatkan persentase keuntungan yang akan dibaginya, namun Kiyosaki mengingkarinya. Oprah percaya kepadanya, Will Smith percaya kepadanya, namun ia tidak memenuhi janjinya kepada kami".

Tak dinyana konsep sedemikian dahsyat itu miskin penerapan. Miskin kejujuran. Kasus ini seolah menjadi teguran hebat bagi para pengikut Robert Kiyosaki bahwa selincah apapun trik bisnis yang ditanamnya, ternyata masih memerlukan ruang untuk bertanya, “validkah ini? Terlebih lagi, Sang Guru sendiri yang ternyata mendurhakai nasihat ayah kayanya; “Saya sangat prihatin bahwa terlalu banyak orang menaruh perhatian terlalu besar pada uang, dan bukan pada harta mereka yang terpenting, yaitu pendidikan mereka.”

Maka, dengan mengembalikan petuah sang Guru, yang rupanya dijiplak dari al-kitab Timotius 6:10, semua penganut paham kebebasan finansial seharusnya serempak menepuk pundak Kiyosaki seraya membisikkan; “Cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan”. Sebuah nasehat ayah kaya orang beriman, yang dianggapnya miskin.

Belajar, Bekerja, Lalu Memberi Makna


Robert Kiyosaki sebenarnya tidak melulu berbicara konsep kecerdasan finansial, di satu sisi ia pernah menyentuh konsep piramida belajar. Kisahnya mengingatkan kita pada Adam Smith dalam The Moral of Sentiment Theory yang menggagas nilai santun berekonomi. Namun akibat jarang diwariskan secara  gamblang kepada muridnya, teori ini menjadi dilupakan atau dianggap seperti karya yang “mendua” di tengah arus pemikirannya yang concern terhadap materi.

Begitulah, sekalipun dimata para kritikus Rich Dad, Poor Dad sangat kontraproduktif dan mulai terasa hambar, teori Robert dalam Financial IQ masih fenomenal hingga saat ini. Begitulah, sekalipun perusahaannya mendapat ancaman liquidasi, kekayaan pribadi Kiyosaki diprediksi tidak akan terusik sama sekali.

Nah, sekarang giliran followers Kiyosaki juga wajib tahu tentang seorang yang lebih besar pengaruhnya dari kehidupan Sang Guru Finansial. Ia yang dinobatkan as the Greatest man of history oleh Michael Hearth dalam "The 100 Most Influential Persons In History". Dalam puncak emas torehan sejarah bisnisnya, ia bahkan menyunting istrinya dengan mahar 100 unta merah. Bayangkan, bila bukan karena kejayaan usahanya, bagaimana seorang yatim piatu mampu melakukannya?  Ya, dialah Rasulullah Muhammad SAW.

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (Q.S al-Ahzab: 21)

Keteladanan ini yang sepertinya mengharuskan Robert Kiyosaki sekali-kali harus berkunjung untuk duduk sejenak di kelas fiqh muamalah, mencatat apa yang dibantahnya.

Pertama, Jika anda meyakini bahwa alat ukur kesuksesan dalam bisnis adalah uang, mungkin anda benar, tapi tidak dengan bisnis Rasulullah, indikasi kesuksesan ala Rasulullah adalah meraih trust dan competence. Demikian ungkap Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec.  

Beliau memaparkan bahwa Rasulullah tidak hanya menjadi seorang coach atau mentor para sahabat, namun seorang Da’i yang juga pegiat bisnis. Beliau memulai usahanya dari small medium enterprise, dari sekadar menjadi worker, kemudian dipercaya menjadi supervisor, manager, hingga menjadi investor dalam perniagaan besar. Perjalanan dari kuadran ke kuadran itu, menunjukkan bahwa Rasulullah adalah seorang entrepreneur yang dapat dihandalkan, memiliki strategi matang dalam mengembangkan usahanya.

Kedua, Jika anda meyakini bahwa transparansi adalah sesuatu yang naïf dalam bisnis, justru Rasulullah menjadikannya  sebagai karakter solid dalam menjaga reputasi perniagaan.

“Keterbukaan Rasulullah,” tutur Laode M. Kamaluddin. Ph.D “dalam melakukan transaksi perdagangan merupakan teladan bagi setiap pengusaha. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangan dengan standar kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan sehingga tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau bahkan kecewa. Reputasi sebagai pelanggan yang benar-benar jujur telah tertanam dengan baik. Sejak muda, beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan.” urai sang penulis 14 Langkah Bagaimana Rasulullah SAW Membangun Kerajaan Bisnis itu, 

Ketiga, Jika anda meyakini semua motif bisnis adalah memaksimalkan kekayaan, anda tidak salah, namun Nabi Muhammad SAW looking beyond profit. Ia menjadikan bekerja sebagai ladang menjemput surga; sarana pembelajaran untuk berpikir visioner, kreatif dan siap menghadapi perubahan; pintar mempromosikan diri; menggaji karyawan sebelum kering keringatnya; mengutamakan sinergisme; berbisnis dengan cinta; serta pandai bersyukur dan berucap terima kasih. 

Mari berkaca dari Rasulullah, lalu mencari makna. Pesan moral yang bisa kita serap dari kasus ini ialah: melek financial perlu dibarengi melek niat. Tidak akan pernah ada artinya mengejar kekayaan dengan meruntuhkan nilai kepercayaan. Kiyosaki agaknya tidak istiqamah membangun instrumen kekayaannya, padahal, ia menyarankan bagi tiap orang untuk meraih sukses dan bebas secara finansial dengan menjadi Bisnis Owner dengan menjaga pesan Jangan Korbankan Kejujuran dan Kepercayaan demi Uang Berapapun”.
 
Melalui kasus kebangkrutan Kiyosaki Rich Global LLC, penulis memberi penekanan khusus pada urgensi amanah. Kesuksesan yang didapatkan Rasulullah tak bisa lepas dari keberhasilannya menjaga amanah, menarik sekali karakter ini, sehingga tidak ada satupun orang yang berinteraksi dengan Rasulullah kecuali mendapatkan kepuasan yang luar biasa. Kepuasan yang membuat sang miskin ikut berkata, “suatu saat nanti aku juga kan kaya.”


Telah dipublikasikan di Buletin ISEFID IIUM dengan judul; "Ada Apa Robert Kiyosaki ?"

 

Wednesday, 17 October 2012

Tagged under:

Seandainya... #nampartomyself



Sikap ini yang akan membingungkan hati manusia; ada seorang aktivis dakwah disibukkan menyerukan kebaikan, sementara ia tidak melakukannya. Bencana besar. Benar-benar membingungkan. Karena pada saat yang sama, mereka mendengarkan kata-kata yang indah sambil menyaksikan perbuatan yang tercela. Mereka tercengang karena ucapan sang aktivis berbeda dengan perbuatannya.  Akhirnya, semangat yang dipancarkan oleh aqidah mereka menjadi redup. Kata-kata yang keluar menjadi hambar meski diungkapkan dengan gaya dan intonansi memikat.

Sebaliknya, ada yang sederhana dalam mengkonsumsi lisan, namun diam-diam menjadi mesin produksi amal. Kekuatan kata-kata sederhana yang terpancar dari realisasinya, bukan dari hiasannya. Indahnya yang terpancar dari kejujurannya, bukan dari kerasnya suara. Hingga suatu masa, mereka menyadari lisan yang sederhana kian berubah menjadi hentakan besar karena yang terpancar dari kehidupan. Hmm, seandainya...


Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya hati akan menjadi bersih, akal akan bersatu, dan sedikit yang mengedepankan akal dan memaksakan pendapatnya.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya aktivis akan berlapang dada dalam menyikapi kekeliruan saudaranya, tidak ada dengki dan permusuhan.


Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya para aktivis dakwah akan memiliki sikap yang sama di manapun posisinya, baik di depan maupun di belakang, menjadi pemimpin yang ditaati atau sebagai prajurit yang tersembunyi.


Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya hanya sedikit mereka yang berjatuhan di tengah jalan bahkan dipenghujungnya, dan dakwah akan mampu berjalan merealisasikan tujuan-tujuan dengan langkah pasti.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan tersebar sikap toleransi, saling mencintai, saling menguatkan, dan barisan akan menjadi kuat ibarat bangunan yang kokoh. Sebagian menguatkan sebagian yang lain.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan tersebar sikap saling memaafkan, tidak ada dengki dan dendam, selalu terbuka dan lapang dada.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah,  niscaya tidak ada kemalasan dalam menunaikan kewajibannya. Bahkan, para aktivis selalau berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan dan menggapai derajat yang tinggi.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada perhatian pada waktu. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi aktivis dakwah, karena dia selalu dalam keadaan bermunajat, atau sedang berjihad di medan dakwah. Jika tidak, ia sedang menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Atau, ia sedang mendidik keluarganya di rumah, atau sedang memberi pengajian, dan memberi peringatan kepada orang lain di dekatnya.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada perlombaan untuk menunaikan kewajiban membayar infak dakwah dan tidak ditemui keraguan untuknya. Semboyannya adalah, "apa yang di tangan kalian akan musnah, dan apa yang di sisi Allah akan kekal."

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada sikap selalu mendengar dan taat. Tidak ada keraguan apalagi berbangga diri dan memaksakan pendapat pribadi.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah,  niscaya akan ada pengorbanan yang besar untuk dakwah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan pengorbanan untuk pribadi dan hawa nafsu.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah,niscaya akan ada kepercayaan dari prajurit terhadap pemimpinnya. Mereka pun siap melaksanakan instruksi-instruksi yang diberikan pemimpin mereka.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan menangislah orang-orang yang tidak bisa melakukan kewajiban secara optimal. Dan, akan bersemangatlah orang-orang yang telah bersungguh-sungguh untuk meraih pahala yang lebih dan lebih.

-------------------------
yang sering merah amalan yaumiahnya,
yang sering menyia-nyiakan hak-hak saudaranya,
yang berat mengeluarkan infaknya,
yang hanya memberikan sisa-sisa waktunya,
yang selalu terlambat menghadiri pertemuan rutinnya,
yang melaksanakan tugas dakwah ala kadarnya,
sesuai dengan kehendak nafsunya saja..:'(


(Madza Ya'ni Intimaa'i lid-Da'wah, Muhammad Abduh)

Sunday, 14 October 2012

Tagged under:

Nasehat Sejuk (2)

Allah katakan “Jaga dirimu & keluargamu dari api neraka!” (QS. At-Tahrim: 6)

Selalu ada pesan yang mengoyak batin di tiap bening nasihat. Kali ini saya ingin meresapi potongan risalah Mas @salimafillah mengenai "Keluarga; Titipan, Ujian, dan Kesenangan" Menjadi seorang imam, kiranya mencermati beberapa kalimat berikut.   

Anak dan isteri adalah kesenangan hidup di dunia. Maka tugas kita mengupayakan; agar kelak berkumpul bahagia lagi di surga.


Mereka adalah titipan; maka kita harus jaga agar kelak saat dikembalikan pada Allah, semua sesuai awalnya: fithrah


Merekapun fitnah & ujian. Dalam membersamai & menyenangkan mereka, bergulatlah hasrat dengan keterbatasan; lalu teruji ketaatan.
Maka, seorang imam yang baik, sejatinya dapat menyikapi 3 hal ini dengan sifat: penyuap, pembimbing, penangis, pengecup, dan teladan


Berbahagialah suami & ayah, yang memastikan tiap suapan ke mulut isteri-anak & tiap yang dikenakan, halal-thayyib tak meragukan. 


Bahagialah suami & ayah; membimbing isteri & anak mengulang hafalan, tadabburi Quran, mengisah penuh cinta sirah Nabi & sahabat. 


Berbahagialah suami & ayah; yang khusyu’ menangis mendoakan keselamatan, keberkahan, serta kebaikan anak-isteri & keturunannya. 


Berbahagialah suami & ayah; mengecupkan doa perlindungan & cinta saat isteri-anaknya lelap tidur, atau saat berpamit bepergian. 


Berbahagialah suami & ayah; menjadi kebanggaan anak-isteri, tapi tak menumpulkan pengembangan diri mereka dalam hidup berbakti.




#jika memang dirimulah, imamnya. 

Wednesday, 3 October 2012

Tagged under:

Memo Seorang Tukang Desain | Notes from a Designer


(supaya lebih dramatis, hihi :)



“Apa rasanya ditakdirkan menjadi tangan terakhir untuk menghapus mimpi, 
sementara jalannya sudah dekat, sedang tekadnya sudah bulat?

Saya  bersyukur. Dari sekian banyak student di UIA, saya terpilih menjadi salah satu orang yang menukangi bagian desain SerumpuN. Saya. Dengan segenap ke”somplak”annya, setidaknya masih dapat berbahagia menjadi bagian keluarga ini, SerumpuN warriors. Dalam keadaan tertentu, saya juga dipercayakan untuk mengambil keputusan darurat, seperti meremove foto pembicara yang batal diundang. Oki Setiana Dewi dan Andrea Hirata adalah beberapa contoh korban saya. Bahkan, akhir-akhir ini, sepertinya akan ditugasi untuk mengeksekusi pergantian nama Main Auditorium menjadi tempat lain.

Mengerjakannya, bukanlah perkara sulit, bahkan kadang sambil diselingi tugas lain, seperti menyapu halaman, membesihkan kandang ayam dan menyiangi tanaman. Tidak lama. Hanya perlu waktu paling lama 10 menit, sebelum di save ke dalam format JPEG, yang kemudian di rename dengan “revisi cover proposal.jpg”. Lalu, tidak sampai 5 menit -jika koneksi internet lancar jaya- maka file resmi diterima dalam keadaan sehat wal’afiat ke tangan ketua, bendahara, sekretaris, dll. 

Namun kali ini, sebelum melakukan aktivitas yang sama, sebelum dibuat termenung panjang karenanya. Maka saya ingin mengambil kesempatan. Karena saya terkenang nasihat ini:

Siapa yang memberi nasihat dengan memandang dirinya baik,
 maka dia akan berdiam diri apabila berbuat kesalahan.
 Dan siapa yang memberi nasihat, karena memandang (apa yang ia ucapkan)
sebagai kebaikan dari Allah untuk dirinya, saudaranya, dan keluarganya,
maka dia tidak berdiam diri apabila melihat kesalahan.”

Dengan menyebut namaNya, dengan berharap tetap lurus niat saat menyampaikannya. Maka di beberapa paragraf ke depan, izinkanlah tukang desain ini bercerita. Dibaca pelan-pelan ya..:)

...........

Mengapa Kau Patahkan ? 


Warriors,  mendekatlah..!!
Ceritakan apa kabar saudaramu di sana? Bukan, bukan tentangmu. Karena hendaknya teladan sepertimu selalu baik-baik saja.  Tapi kabar saudaramu, yang biasa disampingmu, si fulan/fulanah itu?   Sehatkah ia? Masihkah ia bersemangat mengejar-ngejar syuting (syuro penting) demi syuting kita. Rapat yang dimulai dari basah kuyup keringat karena berlari-lari menyelesaikan kelas ilmu, atau setelah mensiasati keluangan waktu di agenda yang berjalan padat merayap. Hingga saat rapat digelar masih harus nyambi ngintip bahan-bahan kuliah, sambil ngerjain assignments, bahkan sambil mengingat-ngingat apakah jemuran di Mahalah sudah diangkat pada saat “Gerimis Tak di Undang” mengguyur Gombak dan sekitarnya. 

Masih adakah  aroma ukhuwah dalam pertemuan menyuguhkan berbagai macam hidangan kehangatan? Seperti suasana kemarin pagi, ketika kita sama-sama punya uang. Dengan inisiatif, mengumpulkan ringgit dari kantong masing-masing, untuk kemudian dibelikan  teh manis yang sering berjodoh dengan nasi lemak , dan diberikan kepada saudara kita yang malu-malu karena belum sempat sarapan.

Atau  seperti di saat lain, saat kita sama-sama mebalik-balikkan lembar-lembar rosmul bayan yang dengan seribu akal dipindahkan ke dalam agenda rapat supaya tampak berbobot lagi ilmiah, padahal sebenarnya itu materi yang baru saja didapatkan selang beberapa menit sebelumnya di lingkar-lingkar ukhuwah...:)

Warriors, kemarilah..!
Sekarang jujurlah, apakah keadaannya masih sama?  Masihkah tersisa canda tawa atau lawakan lawas dari stok humor ukhuwah kita? Atau ternyata jebakan rutinitas telah mencuri romantikanya, atau ritme syura yang selalu berulang tanpa inovasi telah merenggut energinya? Padahal beberapa saudara tengah belajar mencintai kebiasaan ini, padahal yang lain tengah berupaya melepas lelah demi menemukan kesejukannya melalui pertemuan ini, atau ternyata kalian telah patah, tengah dirundung rasa bersalah, atau lelah dengan segala kerja-kerja dakwah dan pengorbanannya, atau terlampau asyik dengan kenikmatan lain di dunia lain, atau ruang hatinya telah penuh dengan kecewa akibat prasangka-prasangka yang tak kunjung mendapat tabayyun, atau hanya sekedar salah mengartikan sayang Kekasihnya, Allah SWT, ia kira ia mendapat hukuman padahal sebuah ujian kemuliaan?

Kiranya kita perlu tertunduk sejenak. Tentang secerabut kisah dari pemuda parlente, penggila dunia, yang bahkan kala menyisir rambut sampai melalaikan shalatnya. Benar, inilah dia Umar bin Abdul Aziz, hingga suatu hari hidayah mengetuknya, saat tampuk kepemimpinan dipindahkan ke pundaknya. Ia hijrah. Dengan sebenar-benar hijrah.

“Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz,” ujar almarhum Ustadz Rahmat Abdulah, “dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak. Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja. Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam dua tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang”.

Allahuakhbar, sampai disini, sesak rasanya, ada bening yang mengalir


Memperbaiki Rasa Bersalah Kita


“Dakwah bukannya tidak melelahkan.
Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidak menyakitkan.
Bahkan juga para pejuang risalah
bukannya sepi dari godaan kefuturan”.
(Ust Rahmat Abdullah)

Duhai saudaraku, tentara Allah. Sudah dimana kita sekarang? Bahkan kerja baru saja dimulai, bahkan masih jauh dari kata tuntas…? Apakah kita pantas mengendurkannya? Meskipun beberapa dari kita tak mampu menjamin untuk tetap selalu ada di dalamnya. Tetapi selama asa masih di dada; kelelahan, rasa sakit,  niscaya mengiringi perjalanan cinta. Dan satu kisah heroik, akan segera memaksa kita untuk menyambungnya dengan amalan yang jauh lebih tragis.

Maka ketika ikatan melemah, ingatlah senandung juang itu terlantun dalam nasyid ini:

Wahai tentara Allah bertahanlah,,
jangan menangis walau jasadmu terluka
sebelum engkau bergelar syuhada
tetaplah bertahan dan bersiap siagalah”
(Jejak, Izzatul Islam)

Atas nama kecintaan itu semua duhai saudaraku, bertahanlah, abaikan lelahmu. Atas nama kesabaran itu saudaraku, bersiap-siagalah, lupakan kebosananmu. Atas balasan gelar syuhada itu saudaraku, tinggalkan semua prasangka, bergeraklah ketempat yang lebih tinggi agar kau dapat lihat hakikat-hakikat kemuliaan dan kasih sayang-Nya.

Sekarang, marilah sahabat menilik ke mushaf cinta yang kita miliki, kita bacakan janjiNya, pada surat ke enam puluh tujuh; al-Mulk. Ayat ke tiga puluh.

“Katakanlah (Muhammad), "Terangkanlah kepadaKu jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir?" (Q.S al-Mulk: 30)

Disini kita memahami, ayat ini mengingatkan dan menguatkan kita atas segala persoalan yang kita hadapi. “Maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir?”. Dalam permasalahan kita mungkin konteksnya seperti ini, “Maka siapa yang memberimu Dana?”, “Maka siapa yang menggerakkan pembicara datang?”, “Maka siapa yang memberikanmu tempat?”. Allahlah yang menghadirkan jalan keluar dengan segala kemungkinan yang Allah punya. Atas segala persoalan yang kita hadapi, minta sama Allah. Allah lagi. Allah lagi. Allah terus. Dan semoga, Dia berikan rizqi dari penjuru yang tak diduga.

Setelah itu, mari bersihkan diri dengan air-air wudhu yang sejuk, kemudian tersungkurlah dalam dua rakaat keinsyafan di serambi-serambi suci-Nya, ambil kembali mushaf-mushaf yang telah lama kau tidak nikmati maknanya, lantunkan bait-bait langit sebagai tanda engkau kembali berazam untuk menjadi penghuni langit. Tak perlu malu untuk teteskan air mata di kesepian, di kerinduan yang telah lama kau bendung di kedua kelopak mata dan hatimu.


Dan, Kami Percaya


Kalau boleh,
aku ingin memejam mata
sebentar saja.

Hingga hati bergemericik dalam jernih.
Hingga jiwa bertumbuh dalam peka.
Hingga yang tercenderungi tinggallah
keindahan yg benar,
atau kebenaran yg indah.

Cukuplah,
iman yg menjadi penentu dalam tiap pilihan.
Lalu aku percaya..
(Aditya Rangga Yoga)


Ah, begitu panjangnya si tukang desain bercerita. Memutar-mutar, seperti karakter orang di kampungnya, yang saat ingin menyampaikan A harus bersayap ke poin B hingga Z dulu...:)

Intinya saya mengajak diri saya, juga anda, bahwa selain disibukkan pekerjaan teknis, juga tak lupa mencari hikmah dalam empat keterkaitan indah; bersyukur, bersabar, bertahan dan bersiap-siaga. Pada keempatnya, Allah gandengkan kebaikan, entah dalam keadaan apapun kita. Dalam kesulitan, juga dalam kemudahan. Pada Allah kita kembalikan semuanya. Setiap takdir Allah, yang dimaknai dengan ikhtiyar.

Pilihan rasa adalah pemantik kelapangan hati. Tanpa rasa, cita itu terkadang terbatasi. Sampai-sampai tertutup kesempatan untuk berbuat yang lebih besar, andai tak sejalan dengan cita yang dibayangkan. Padahal, dalam pertimbangan-pertimbangan cita kita teriring lebih banyak prasangka dan ketidaktahuan. Inilah rasa, yang pada akhirnya melapangkan hati untuk menikmati penyesuaian-penyesuaian dengan rencana terbaik Allah untuk kita.

Akhirnya, jazaakumullaahu khairan katsiiraan. Untuk setiap insan yang menjadi pembina setia dalam melatih rasa; guru-guru kehidupan. Hingga tersempat saya mengecap manisnya rasa ukhuwah dan dakwah. SerumpuN selalu menjadi satu diantara 3 cerita hidup saya yang tak pernah sanggup diungkap dengan kata, karena perjalanannya, karena pengorbanan tiap jundi-jundiyahnya selalu menghadirkan linangan air mata. Utamanya, pada yang seolah diam, namun kerjanya seperti memindahkan gunung dan lautan... Terimakasih, semoga tercukuplah balasan Allah, dan cinta dari penduduk langit.



Genderang telah  ditabuh,
Siapkah kita menerima panggilan tersebut?
Bersiap siagalah di pos masing-masing!!

 

Nb:
Masbro, Mbasis... Tolong sisain saya satu tiket!!