Thursday 3 May 2012

Tagged under:

Balada Halaman 15

Halaman lima belas hari ini, dan semua senyum simpul mendadak tumpul. Suguhan berita di gemuruh mendung hujan, justru menyelinap ke hati pembacanya. Singkat saja isinya, tak sepanjang novel, tak pula sepelik roman namun membuat siapa saja sanggup menangis hujan.
Harian Kompas, dengan tajuk nan menelisik nurani Mengabdi dalam Keterpinggiran, seakan menjadi catatan tersendiri dalam Hari Pendidikan Nasional. Terkisah tentang Karyana (42), guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ikhlas di Muara Baru, Jakarta, yang "ikhlas" memilih tinggal di sekolah. Ia menyimpan pakaian, bantal, dan keperluan pribadinya dalam kardus di ruang perpustakaan. Tidak sampai disitu, kemudian saat malam ia rela tidur di ruang kelas.

Inilah balada guru kecil, yang dekat namun seolah tak tampak karena penghirauan dan pembiaran. Pak Karyana di umur yang tak lagi muda, yang mungkin beberapa menganggap seumur ayahnya, seperti tengah berada di alam lain. Tak terbayangkan bila ia goyah, tidurnya menatap atap sambil meratap atau menerawang langit-langit sambil menahan sakit. Tapi itu cerita malam, saat mentari datang benderang, ia mengumpulkan segenap kekuatan, memilih memberikan waktu terbaik untuk turun mengajar.  Semangat mengabdi sebagai pendidik tak pernah luntur dalam dirinya kendati harus dijalani dengan honor pas-pasan, malah jauh di bawah standar upah buruh. Mungkin dia masih memiliki harapan. Hanya berharap suatu masih hari ada keberpihakan pada nasib mereka.

Di halaman lima belas, mungkin saja kita segera melipatnya karena terlampau sedih atau buru-buru melompatinya membuka lembar selanjutnya. Sekiranya boleh berbenah, tidak pantas rasanya kita pupuk kebencian dan sikapi dengan terus mengumpat nilai pendidikan negeri ini, mungkin Pak karyana sang teladan yang tak lagi berbicara keluhannya. 

Ini pekerjaan kolektif. Dibangun atas kesadaran-kesadaran kolektif. Sebagai janji, kita ajak nurani kita untuk ikut melunasinya. Bukan menyerahkan pada satu tumpuan yang mungkin sewaktu-waktu akan jatuh dari pangkuan. Kita bangun kesadaran bahwa usaha memperbaiki pendidikan di segala lini adalah kerja insan bernegara, dimulai pembenahan otoritas, mempersiapkan fasilitas, memperhatikan mutu kualitas, menjadi pengajar yang bersedia menahan ujian yang ganas, hingga setidaknya menjadi perserta didik yang tidak malas. Dari sini terasa bahwa janji itu secara kolektif mudah untuk dilunasi. 

Kemudian setelah lunas, bersama Pak Karyana kita membuat janji berangkat, seperti lagu yang di dendangkan semasa buaian. Kita berangkat ke negeri di awan...:)

“Kau mainkan untukku, sebuah lagu, tentang negeri di awan.. 
Di mana kedamaian, menjadi istananya, 
dan kini tengah kau bawa aku menuju ke sana..”



0 komentar:

Post a Comment