Sunday 24 July 2011

Tagged under:

Pada Ayah : Juara Pertama Dunia

http://a5.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/24528_1390228043490_1465780163_30986995_1424035_n.jpg
Pangeran Berkuda Putih (hohoho)

"Izul, bapak rindu, yang lancar kuliahnya ya". kalimat terakhir saat bapak menghubungiku. Lagi-lagi, sepertinya dia tidak memedulikan berapa pulsa yang terkuras untuk sekedar berbicara 15 detik pada anaknya yang bandel ini. Maklum intensitas sms dan nelpon baru increase dramatically saat mendekati tanggal 25-31, dan tentu kalian tahu untuk apa tujuannya..:P

Hari ini memang seharusnya menjadi hari yang ingatkan aku kembali padanya. Tentang satu hal yang menggetar-getar jiwa. Dan pada 24 tahun ini, aku coba menepi kembali pada tapak tilas awalku bermula. Karena yang kutahu dari ibu, bapaklah yang pernah mewarnai 2 penentuan hidup kami berdua. Bagi bapak, detik itu adalah detik kemenangan. For your information, kalimat itulah yang kuingat dan kemudian menjadi inspirasi dalam blog lama saya (yang tidak terurus karena lupa password-nya) http://fauzul.blogdetik.com/, saat-saat menjemput kemenangan adalah kebahagiaan yang tak terperihkan...:)

Bapak pernah menyampaikannya dalam keteduhan, "Nak waktu itu adalah waktu terpahit".... dia berkata harus meninggalkan ibu guna menyelesaikan kerjanya di luar kota. Padahal tanpa sepengetahuannya, tertakdir pula bagi ibu menjadikan detik itu sebagai detik yang menentukan, mempertaruhkan jiwanya sebagai wanita mulia.

Miris memang, tiada siapapun memberinya kabar, hal ini seperti kata Paman, "inyo sangajo indak di agiah tau supayo ndak terusik ketenangannya". Mereka menjaga perasaan bapak. Karena pada saat yang bersamaan bapak turut mempertaruhkan nyawanya di laga dunia, yakni bekerja mencari tambahan agar dapat menutupi biaya persalinan ibu nantinya.


Tapi, inilah rahasia Allah dalam keMahaKuasaannya. Mitsaqan ghalizha, Allah pertautkan kita dengan perjanjian agung. Ayah seperti  Iniesta yang mencetak golden goal di menit akhir Final WorldCup 2010. Tiba-tiba saja dia sudah di Rumah Sakit Umum M. Jamil, membersamai ibu pada menit-menit terakhir. Dari mana dia tahu?

“Ambo meraso ado panggilan untuk manjampuik anak ambo yang ka lahir?” . Subhanallah, Allah sesuai prasangka hambanya. Pada jelang kelahiran saya, bapak yang semula sudah menyentuh bibir kota Dharmasraya, membanting tujuannya untuk kembali ke Padang, seperti mendengar gelisah ibu dari firasatnya.

Dan seperti sebuah keajaiban bagi ibu, bisikan makdang tentang kehadiran si “uda”, panggilan untuk bapakku waktu itu, hilangkan gelisahnya, membangkitkan kesadarannya hingga  membuka tabir-tabir kepayahannya, dzalika hual fauzul aziim, hingga lahirlah aku ke dunia.

Memang bapak, seperti kata Ikal, Juara nomor satu di dunia.

Tertoreh perjuangan besar pada Jum’at, 20 Maret 1987.
Dari kedua orang yang sangat saya cintai. Mama dan Papa.
"Dan bila mentari esok kan bersinar lagi, ku ingin candamu warnai hariku"

0 komentar:

Post a Comment