Saturday 23 April 2011

Tagged under:

Kembali

“Aku ingin protes...!" ungkapnya hari ini, "Lihatlah aku, begitu kering dan ringkih.

Kuhampiri cermin yang menggantung di dinding kamarku. Di sana, ada seseorang yang tak asing lagi bagiku, namun hampir saja aku melupakannya, hampir saja aku tak mengenalnya. Kuperhatikan dirinya yang juga memerhatikanku. Kutatap ia lantas ia pun balas menatapku. Ah, jasad itu, betapa sering aku mendzoliminya. Wajah itu, begitu lama tak kurawat dan kini tampak pucat. Tubuh itu, beberapa kali aku telat bahkan lupa memberinya makan, malas berolahraga. Sebegitu sibukkah aku hingga tak punya waktu untuk diriku sendiri?

“Aku ingin protes...!" ungkapnya hari ini, "Lihatlah aku, begitu kering dan ringkih. Akhir-akhir ini kau jarang menyiramku dengan amalan yaumiyah. Tilawah, kau hilangkan jatahnya. Qiyamullail, selalu terkalahkan dengan nikmatnya dunia kapuk. Ma’tsurat, kau bilang gak sempat. Alasanmu, sibuk, syuro yang terkadang bisa lima kali dalam sehari (melebihi jatah minum obat tuh!). Dzikir pun cuma sisa-sisa waktu. Lalu mana jatah mengisi bateraiku? ‘Kencan pekanan’ saja tidak cukup bagiku!
Kapan kau luangkan waktumu untukku?”

Tanpa sadar aku sudah berjalan mundur, sementara bayangan itu tetap mendekatiku
hingga tak sengaja tanganku meraba sebuah buku. Buku yang berisi materi hingga keluh kesah. Dan dia, bayangan itu, seperti mengajakku kembali membukanya, pada sebuah catatan yang pernah kutulis setahun silam, saat melihat rasa berjamaah kian melemah dalam diriku, saat melihat kewajiban tak lagi menjadi kebutuhan, sekedar penggugur, melepaskan kesungkanan agar tetap dipandang Muslim...

Merenunglah wahai diri, tundukkan sejenak...
"Adalah Ali bin Abi Thalib r.a. apabila wudhu, maka wajahnya berubah pucat, lalu ditanyakan kepadanya, "Apa yang biasa terjadi pada anda di saat wudhu?!" Beliau berkata, "Tahukah kalian, AMANAH LANGIT telah datang, dan di hadapan siapakah aku hendak berdiri?"

0 komentar:

Post a Comment