Segores kisah lama yang tak lekang dimakan waktu, terawat dan tersimpan di email. Kali ini saya publikasikan dalam mengenang perjalanan penuh hikmah pada 12 Februari 2012, edisi rindu yang tak terkira rasanya..:')
#Gombak, pukul 05.00 waktu Malaysia.
Kecupak air wudhu menghunus malam. Dan fajar sedikit lagi menyingsing. Beberapa langkah gesa beberapa manusia telah siap menunai janji di bawah LRT Taman Melati. Mereka akan membuat langkah besar pagi itu. Langkah yang membersamai gerak manusia-manusia fajar, yang telah bangun sebelum matahari benderang, yang memburu nafas penuhi pasar-pasar, memadati jalan, hingga menyongsong kehidupan. Dengan sinar lampu apa adanya, mereka rebut peluang. Pertemuan pagi itu, setidaknya menjadi bukti mereka akan menukar kata dengan karya. Sungguh, denyut geraknya membanggakan.
Adalah Restoran Bangladesh menjadi saksi awal saat amunisi pagi mulai dimasukkanke lambung-lambung kering 9 orang yang dipertemukan dalam satu lingkaran itu. Sarapan pagi inilah yang kelak dikonversi menjadi energi mendaki dalam durasi 8 jam, selain nutrisi dari senyum anak dan istri yang membuat dakwah kian berseri-seri (hehe). Setelah puasmencukupkan diri dengan perbekalan, rombongan kami yang terdiri dua mobil diiringi satu motor ini selanjutnya bergerak mencari surau terdekat, mengejar shaff pertama shalat shubuh.
Maka kekhusyu’an akan datang kepadamu ketika engkau beristirahat dalam shalat. Saat kau rasakan puncak kelemahan diri di hadapan Yang Maha Kuat. Lalu kaupun pasrah, berserah.. Saat itulah, engkau mungkin melihatNya, dan Dia pasti melihatmu. (Ekstase Mi’raj Salim A Fillah)
Sepuluh menit hanyut dalam kenikmatan jamaah di surau penduduk lokal. Dan kami yakin mereka menyadari ada musafir lain yang hadir di shaf mereka hari ini, tak berpeci, tak berpakaian muslim, hanya kaus sepantasnya ditambah bercelana kantong coklat khas kepanduan.
Selesai shalat, waktu semakin mendekat. Tim pendakian yang sebenarnya janjian 30 menit lebih cepat mengalami keterlambatan berangkat. Tidak ada negosiasi. Kita segera berangkat. Namun sebelum itu, ada sapa dari naqib kepada kami,
“Akhi, sembari jalan”, sang naqib berpesan, “tolong basahi dzikir antum hari ini dengan al-ma’tsurat”
Seketika kami menginsyafi, bahwa perjalanan ini tetap menghajatkan doa dan kesungguhan. Dengannya kita ingin menyajikan buah yang paling manis, paling harum, dan paling lembut dari pohon iman yang terus kita sirami dengan amal ketaatan. Shubuh pun terhias rabithah.
Sebaliknya awal-awal keberangkatan ini disergap gelisah. khawatir betul kemudian perbedaan usia, riwayat penyakit dan pengalaman mendaki ini akan jadi perkara. Siapalahyang akan merepotkan dan direpotkan. Namun, ah.. tetiba tersentak dengan firmanNya;
...Dan seandainya mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu QS. At Taubah : 4
#07.30am.
Perjalanan dengan menuju track hiking telah memasuki kaki gunung Nuang, Ini tandanya kami harus bersiap. Menukar seluruh pakaian yang melekat di dada, dengan perlengkapan mendaki. Seperti pesan yang kami terima malam itu, Rumus 2 kantong. Kantong pertama untuk pakaian ganti, kantong kedua segala amunisi untuk peralatan mendaki. Kantong kedua kami terjemahkan sebagai tas ransel yang membawa air minum dan makanan ringan-berat penambal perut. Tidak lupa warming-up. Kegiatan wajib 10 menit untuk mengurangi resiko keram dan cedera.
#08.00
Dari sini, berangkatlah kita... Visi kita adalah puncak, dan kita tidak akan berhenti kalau tidak di puncak. Kita yakin bahwa kenikmatan di puncak akan jauh lebih besar dibandingkan kenikmatan yang kita dapatkan di saat kita berhenti di tengah perjalanan ini. Analogi tentang perjuangan meraih surga yang dijanjikan Allah menjadi pelajaran berharga dalam perjalanan ini. Surga diraih dengan sabar dan istiqamah. Jangan berhenti!
Namun, sampai di kalimat ini, catatan yang dijanjikan akan bersambung itu terhenti....:') *ambil saputangan -biarlah foto-foto berikut yang melanjutkannya-